Kekerasan seksual pada anak yag
selama ini seolah-olah “terlupakan” mulai mendapat perhatian kembali dengan
banyaknya anak yang menjadi korban perkosaan, pelecehan seksual, trafficking, atau PSK anak. Pengertian kekerasan
seksual pada anak adalah penyalah gunaan perlakuan pada anak untuk memuaskan
kebutuhan sksual orang dewasa.
Ada berbagai bentuk kekerasan
seksual pada anak, diantaranya memperdengarkan cerita-cerita atau memperlihatkan
gambar porno pada anak, membuat film atau gambar porno dengan objek anak-anak,
mempertontonkan alat kelamin pada ana, menyentuh atau menciumi bagian tubuh
yang sensitif (kelamin) aak, meminta anak untuk menyentuh bagian sensitif
(kelamin) orang dewasa, memeluk dan meraba anak secara tidak wajar dan
melakukan hubungan seks dengan anak (perkosaan atau sodomi pada fedofilia).
Anak korban kekerasan dan
pelecehan seksual, sering tidak terus terang menceritakan peristiwa yang dialaminya
atau mengeluhkan penderitaannya pada orang tua. Hal ini sering dilatar
belakangi oleh komunikasi antara anak dan orang tua kurang baik; sikap orang
tua yang otoriter dan anak tidak pernah
diminta pendapatnya atau anak selalu disalahkan. Penampilan korban
kekerasan seksual pada anak dapat berupa keadaan: ditemukan sobekan, noda darah
pada pakaian, anak sering mengeluh nyeri pada waktu kencing (inveksi termasuk
penyakit menular seksual), anak mengatakan sakit didaerah alat kelamin anak,
ditemukan memar atau pendarahan pada alat kelamin luar (vagina atau sodomi)
atau anak telat haid karena kehamilan.
Anak korban kekerasan sesksual,
sering mengalami perubahan mental-emosional dan perilaku. Orang tua, guru, atau
tenaga kesehatan perlu mewaspadai adanya kekerasan seksual pada anak bila pada
aak ditemukan; menolak olahraga, hubungan sosial buruk, tingkahlaku seks yang
tidak sesuai usia, lari dari rumah dan bolos dari sekolah, ngompol atau ngisap
jari atau takut kegelapan, kesulitan mengontrol emosi atau bereaksi berlebihan
terhadpa sentuhan, gangguan tidur di sertai mimpi-mimpi buruk atau anak
mengalami kesulitan berjalan atau duduk.
Mencegah terjadinya kekerasan
seksual pada anak merupakan kewajiban semua orangtua, guru disekolah, dan
masyarakat. Upaya pencegahan ini perlu diberikan secara khusus karena kasus
kekerasan dan pelecehan seksual pada anak banyak dan maikn sering terjadi. Lakukan
upaya ini secara wajar tanpa paksaan agar terhindar dari skap berlebihan.
Orang tua dan guru menjelaskan
pada anak tentang bagian-bagian tubuh termasuk bagian tubuh yang pribadi (alat
kelamin dan area pribadi seperti payu dara, pantat, anus, penis, vagina),
kenali fungsi tubuh tersebut dan
melaporkan bila terjadi kekerasan seksual pada mereka.
Diajarkan pada anak agar mengenal
snetuhan-sentuhan yag “berbeda” sentuhan yang baik dan meyenangkan, contoh
pelukan slamat datang, ciuman saat pamit sekolah, jabatan tangan dari saudara
atau teman. Sentuhan yang membingungkan dapat menyebabkan anak merasa kurang
nyaman, misal orang tua menyuruh anak mencium orang yang baru dikenalnya. Sentuhan
buruk bisa berupa memumukul, meraba-raba, meremasa atau sentuhan pada daerah
pribadi.
Anak diberi contoh konkret
sentuhan yang buruk untuk meyakinkan mereka mengerti tentang konsepnya. Misal tidak
sangat baik bila orang dewasa ataupun teman yang memegang payudara, anus,
penis, vagina anak. Tidak boleh memotret anak tidak berpakaian, atau berbahaya
jika ada orang dewasa mengajak tidur bersama.
Selain itu ajari anak untuk
berani mengatakan “tidak” terhadap sentuhan tak dikehendaki, kemudian dilatih
untuk dapat berteriak “jangan, jangan sentuh saya” atau “saya tidak mau
melakukannya” atau “tidak saya tidak boleh dan tidak diizinkan melakukan itu”
dan ajari anak untuk lari ke tempat ramai dan berteriak, lari kesaptam, polisi,
guru atau teman.
Jelasakan pada anak bahwa
sentuhan buruk dapat dilakuka oleh orang yang sangat dikenal (tetangga atau
keluarga) atau orang yang tidak dikenal, dengan membujuk, memberi permen, uang
atau tumpangan mobil. Sampaikan pada anak bahwa orang asing adalah orang yang
tidak dikenal, meskipun mereka seirng mengaku kenal dan mencoba akrab.
Pelaku sering menakut-nakuti dan
mengancam anak yang menjadi korban untuk tidak menceritakan pada orang lain. Anak
harus didorong untuk mau berbagi pengalaman. Jelaskan pada merka tidak boleh
menyimpan rahasia, meskipun pelaku mengancam akan menyakitinya. Orangtua atau
guru atau pendamping harus berkata bahwa mereka tidak akan marah atau
menyalahkan anak.
Gunakan permainan dan cerita
untuk menguatkan konsep pencegahan kekerasan seksual pada anak, misal
mengajukan pertanyaan pada anak; apa yang harus kamu lakukan jika ada orang
yang menyuruh kamu telanjang dan mandi bersama atau apa yang kamu lakukan bila
ada orang yang memegang alat kelamin dan pantatmu. Hal yang lain lagi ceritakan
kisah anak-anak yang bisa lolos dari ancaman kekerasan. Semoga bermanfaat bagi
anak-anak kita. Teddy Hidayat.*** Pikiran Rakyat 18/01/12 hl. 26.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar