Rabu, 23 Januari 2013

Kekerasan Seksual Pada Anak


Kekerasan seksual pada anak yag selama ini seolah-olah “terlupakan” mulai mendapat perhatian kembali dengan banyaknya anak yang menjadi korban perkosaan, pelecehan seksual, trafficking, atau PSK anak. Pengertian kekerasan seksual pada anak adalah penyalah gunaan perlakuan pada anak untuk memuaskan kebutuhan sksual orang dewasa.
Ada berbagai bentuk kekerasan seksual pada anak, diantaranya memperdengarkan cerita-cerita atau memperlihatkan gambar porno pada anak, membuat film atau gambar porno dengan objek anak-anak, mempertontonkan alat kelamin pada ana, menyentuh atau menciumi bagian tubuh yang sensitif (kelamin) aak, meminta anak untuk menyentuh bagian sensitif (kelamin) orang dewasa, memeluk dan meraba anak secara tidak wajar dan melakukan hubungan seks dengan anak (perkosaan atau sodomi pada fedofilia).
Anak korban kekerasan dan pelecehan seksual, sering tidak terus terang menceritakan peristiwa yang dialaminya atau mengeluhkan penderitaannya pada orang tua. Hal ini sering dilatar belakangi oleh komunikasi antara anak dan orang tua kurang baik; sikap orang tua yang otoriter dan anak tidak pernah  diminta pendapatnya atau anak selalu disalahkan. Penampilan korban kekerasan seksual pada anak dapat berupa keadaan: ditemukan sobekan, noda darah pada pakaian, anak sering mengeluh nyeri pada waktu kencing (inveksi termasuk penyakit menular seksual), anak mengatakan sakit didaerah alat kelamin anak, ditemukan memar atau pendarahan pada alat kelamin luar (vagina atau sodomi) atau anak telat haid karena kehamilan.
Anak korban kekerasan sesksual, sering mengalami perubahan mental-emosional dan perilaku. Orang tua, guru, atau tenaga kesehatan perlu mewaspadai adanya kekerasan seksual pada anak bila pada aak ditemukan; menolak olahraga, hubungan sosial buruk, tingkahlaku seks yang tidak sesuai usia, lari dari rumah dan bolos dari sekolah, ngompol atau ngisap jari atau takut kegelapan, kesulitan mengontrol emosi atau bereaksi berlebihan terhadpa sentuhan, gangguan tidur di sertai mimpi-mimpi buruk atau anak mengalami kesulitan berjalan atau duduk.
Mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak merupakan kewajiban semua orangtua, guru disekolah, dan masyarakat. Upaya pencegahan ini perlu diberikan secara khusus karena kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada anak banyak dan maikn sering terjadi. Lakukan upaya ini secara wajar tanpa paksaan agar terhindar dari skap berlebihan.
Orang tua dan guru menjelaskan pada anak tentang bagian-bagian tubuh termasuk bagian tubuh yang pribadi (alat kelamin dan area pribadi seperti payu dara, pantat, anus, penis, vagina), kenali fungsi tubuh  tersebut dan melaporkan bila terjadi kekerasan seksual pada mereka.
Diajarkan pada anak agar mengenal snetuhan-sentuhan yag “berbeda” sentuhan yang baik dan meyenangkan, contoh pelukan slamat datang, ciuman saat pamit sekolah, jabatan tangan dari saudara atau teman. Sentuhan yang membingungkan dapat menyebabkan anak merasa kurang nyaman, misal orang tua menyuruh anak mencium orang yang baru dikenalnya. Sentuhan buruk bisa berupa memumukul, meraba-raba, meremasa atau sentuhan pada daerah pribadi.   
Anak diberi contoh konkret sentuhan yang buruk untuk meyakinkan mereka mengerti tentang konsepnya. Misal tidak sangat baik bila orang dewasa ataupun teman yang memegang payudara, anus, penis, vagina anak. Tidak boleh memotret anak tidak berpakaian, atau berbahaya jika ada orang dewasa mengajak tidur bersama.
Selain itu ajari anak untuk berani mengatakan “tidak” terhadap sentuhan tak dikehendaki, kemudian dilatih untuk dapat berteriak “jangan, jangan sentuh saya” atau “saya tidak mau melakukannya” atau “tidak saya tidak boleh dan tidak diizinkan melakukan itu” dan ajari anak untuk lari ke tempat ramai dan berteriak, lari kesaptam, polisi, guru atau teman.
Jelasakan pada anak bahwa sentuhan buruk dapat dilakuka oleh orang yang sangat dikenal (tetangga atau keluarga) atau orang yang tidak dikenal, dengan membujuk, memberi permen, uang atau tumpangan mobil. Sampaikan pada anak bahwa orang asing adalah orang yang tidak dikenal, meskipun mereka seirng mengaku kenal dan mencoba akrab.
Pelaku sering menakut-nakuti dan mengancam anak yang menjadi korban untuk tidak menceritakan pada orang lain. Anak harus didorong untuk mau berbagi pengalaman. Jelaskan pada merka tidak boleh menyimpan rahasia, meskipun pelaku mengancam akan menyakitinya. Orangtua atau guru atau pendamping harus berkata bahwa mereka tidak akan marah atau menyalahkan anak.
Gunakan permainan dan cerita untuk menguatkan konsep pencegahan kekerasan seksual pada anak, misal mengajukan pertanyaan pada anak; apa yang harus kamu lakukan jika ada orang yang menyuruh kamu telanjang dan mandi bersama atau apa yang kamu lakukan bila ada orang yang memegang alat kelamin dan pantatmu. Hal yang lain lagi ceritakan kisah anak-anak yang bisa lolos dari ancaman kekerasan. Semoga bermanfaat bagi anak-anak kita. Teddy Hidayat.*** Pikiran Rakyat 18/01/12 hl. 26.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar