Kamis, 14 April 2016

Semudah Mencabut Toge

Menangis lebih pantas jika Allah tidak lagi berkenan menampakkan mukan-Nya dikehidupan kita. Tidaklah sopan jika kita masih bisa tertawa ketika Allah tidak kunjung mengulurkan tangan, menjawab segala doa.
Andai manusia menjaga kepercayaan Allah, niscaya kesenangan mereka akan dijaga bahkan ditambah.

Udara dikampung ketapang benar-benar segar. Tambah segar. Ba’da shubuh , lukman tidak bergegas pulang. Dia sempatkan menemani Cang Haji Muhidin ngopi pagi. Cang haji adalah saudara istri Lukman Maemunah.
“Gampang apa susah mencabut toge?” cetus Cang Haji Muhidin sambil mengembuskan asap Jinggonya.
Luqmam bingung. Memangnya ada pohon toge? Namun dia tidak ambil pusing. Anggap saja ada. “Gampanglah. Tinggal cabut. Nggak usah pake kampak, nggak perlu pake gergaji kayu, “jawab Luqman.
Nah segampang itulah Allah kalau sudah berkehendak mencabut kesenangan kita,”lanjut Cang Haji.
Cang haji menggunakan analogi mudahnya kita mencabut pohon toge dengan mudahnya Allah mencabut keberkahan dalam kehidupan manusia. Analogi itu sendiri masih kurang sopan’. Bagi Allah tentu lebih sangat mudah lagi. Barang kali anda ada yang terlahir tanpa pernah tahu seperti apa pohon toge itu. Pohon toge berbentuk kecil. Jika dicabut, akar-akarnya ikut tercabut. Beberapa bahkan menanam pohon toge hanya dengan menggunakan kapas.
Dalam kehidupan, ketika kitaberada diatas angin, dimana tidak ada sesulitan yang berlalu dikehidupan, kita kerap memiliki jiwa yang kosong dari kehadiran Allah; merasa tidak perlu Allah. Kadang kita berjalan tanpa pengawasan-Nya, tanpa keberadaan-Nya, kita lupakan kewajiban kita kepada-Nya. Kita juga melupakan orang-orang yang seharusnya kita ulurkan kasih dan sayang, bantuan dan kepedulian. Yang kita pertontonkan hanya kemewahan dan kenikmatan yang kita dekap dalam kesendirian.
Dua kata yang bisa mewakili kondisi kita diatas, yaitu lupa diri.
“Manusai tidak jemu memohon kebaikan dan jika mereka ditimpa malapetaka, dia menjadi putus asa lagi putus harapan.” (QS Fushilat [41]:49)
“Dan apabila kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, ia banyak berdoa.” (QS Fushilat [41]:51)
Ya lupa diri! Inilah salah satu sikap jelek kita. Akhirnya, ketika mendapat kesulitan dalam kehidupan, dipergilirkan dengan penderitaan, disentuh dengan kesulitan hidup dan permasalahan, barulah kita sadar bahwa selama ini kita sudah melupakan-Nya. Ada yang melupakan-Nya dengan tidak beribahdan kepada-Nya ada yang melupakan-Nya dengan berbuat zalim kepada Dia. Kepada diri sendiri, dan kepada orang lain. Walhasil, ketika lupa diri, kenikmatan dia cabut, kesenangan dia hilangkan. Menangislah kita, mengiba-ngiba kembali hadirnya rahmat Tuhan.
“Dan sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan memelihara diri, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Namun, mereka mendustakan ayat-ayat kami. Maka, kami siksa mereka disebabkan apa yang mereka usahakan,” (QS Al-A’raf [7]: 96)
Pembaca, boleh jadi sekarang ada yang sedang dalam posisi mapan, kehidupannya sedang stabil. Boleh jadi keadaan di ataslah yang bisa membuat kita lupa diri. Andai kita tahu bahka kehidupan bisa berubah dalam sekejap, tentu kita akan berjalan dengan hati-hati. Andai kita tahu bahwa masa depan kejadian ada dalam genggamann-Nya. Pastilah kita akan menghargai keberadaan-Nya.
“Sesungguhnya manusai itu sangat ingkar, tidak berteimakasih kepada Tuhannya. Dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan sendiri keingkarannya. Dan sesungguhnya manusia itu sagat bakhil karena cintanya pada harta.” (QS Al-Adiyat [100]6-7)
Namun, itulah kita, manusia sering lupa, lalai, ditipu nafsu dan sering ditelikung keinginan-keinginan pendek. Beruntunglah bagi pembaca yang masih bisa menerima nasihat. Jangan sampai terjadi apa yang dinisbahkan Cang Haji di atas bahwa jika Allah berkehendak. Dia akan mencabut kesenangan kita semudah kita mencabut pohon toge. Bukan pohon kecilnya yang tercabut, tetapi juga akar-akarnya! Makannya, tidak jarang kita temukan orang yang bangkrut hingga ke titik zero (nol), alias tidak punya apa-apa lagi dan tidak bisa berbuat apa pun! Ini sama saja dengan pohon toge yang tercerabut dari akarnya. Bahkan ada yang sampai minus. sudah rugi, masih ditambah pula dengan menanggung utang.
Akhirnya, jika kenikmatan sedang berada dalam genggaman, ingat-ingatlah Dia dan ingatlah orang-orang yang harus kita ingatkan. Wallahu a’lam.
Sumber: Buku Susah Itu Mudah/Ust. Yusuf Mansur Hal.30.

1 komentar:

  1. TINNIA TINNIA TINNIA RUPIA PULSA (FREE) TINNIA-ART - The
    TINNIA TINNIA RUPIA PULSA (FREE) TINNIA-ART - titanium cookware The titanium hip TINNIA TINNIA RUPIA PULSA (FREE) TINNIA-ART - titanium oxide formula The titanium dive knife Manufacturer, NINIA. Condition, Used, Good titanium frame glasses

    BalasHapus