Terkadang
hamba merasa kuat sendiri, mampu sendiri, dan hidup sendiri tanpa menganggap
campur tangan-Mu ya Rob. Karena hamba semaunya. Dalam namamu yang mulia, Maha
penyayang, Maha pengasih dan Maha Gofur, tapi hamba senang menghardik anak
yatim, orang tak mampu dan senang menyakiti orang lain dan dengan sombongnya
hamba merasa angkuh tak suka memaafkan orang lain ketika meminta maaf. Padahal
engkaulah pemilik hati dan engkaulah sebaik-baiknya penutup rahasia atau aib
hamba. Tapi hamba senang menggunjing, menggali kesalahan dan kekurangan orang
lain, padahal perumpamaan bagi orang yang menggunjing bagaikan memakan bangkai saudaraya
sendiri.
Hamba
merasa mulia, hebat, agung, besar dan terbaik dimata manusia. Padahal belum
tentu dimata-Mu hamba ini mulia. Karena pada hakekatnya seseorang dianggap
mulia oleh orang lain adalah karena Allah yang mengangkat derajatnya atau Allah
yang masih menutupi semua aib atau kekurangan hambanya. Karena jika Allah telah
membuka aib atau kelemahan kita, maka tiada daya dan upaya karena semua yang
kita miliki hanyalah milik Allah semata. Dan Allah berkehendak mencabut
kemuliaan atau anugrah yang telah diberi kapan saja dari siapapun dengan mudah.
Ada pesan
mungkin dapat kita renungkan dan ini bisa semoga dapat di indahkan dalam
kehidupan sehari-hari. Ada dua hal bila dikerjakan sama-sama akan mendatangkan
kebaikan. Pertama jika mendapat kesusahan atau ujian ia bersabar dan bila
diberi kelapangan ia bersyukur.
Ya Rob,
hamba malu karena hamba belum mampu seperti yang dituturkan oleh Rasulullah
panutan kami karena hamba sering berada diambang keputusasaan dan hati terkoyak
serta ragu-ragu akan pertolongan dan bantuan dari-Mu. Bagaimana hamba disebut
bersyukur sementara hamba sering menumpuk-numpuk harta, berlaku dzalim terhadap
orang lain dan dirisendiri, menghina dan menindas yang lemah, hamba sejenak
berpikir kekayaan atau apapun yang hamba miliki dianggap hasvl jerih payah
sendiri, yang membuat hamba sibuk dan terlupa akan perintah dan kewajiban
dari-Mu. Mungkin telah tertutup hatinya karena yang dipikirkan dunia, dunia dan
dunia yang fana ini hamba abai terhadap kampung akhirat.
Lantas
apa benar dengan banyak harta kita menjadi wibawa atau hebat serta dihormati,
disegani orang lain. Lalu bagaimana dimata Allah apakah sama seperti itu, akan
dicintaiNya sebagai hambaNya dan mulia dimata Allah. Wallahu’alam.
Ampunkan
kami ya Rob, atas kedangkalan pikiran kami. Mengapa orang mengejar harta sampai
mati-matian untuk mendapat harta tanpa sadar halal atau haram, merugikan orang
lain atau tidak. Sampai diambang kematiannya membawa bekal nafsu harta dan
dunia bukan amal shaleh dan kahirnya dia mati sia-sia kini tinggal penyesalan
saja dan airmata atas perbuatannya yang telah ingkar kepada Allah dengan tangan
hampa ia menuju akhirat.
Taka ada
salahna kita renungkan kembali pesan baginda Nabi yang berbunyi “Barangsiapa
menginginkan dunia dalah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat
dengan ilmu dan barangsiapa yang menginginkan keduanya maka dengan ilmu.” Dari
pesan tersebut hamba memahami begitu pentingnya sebuah ilmu. Tapi hamba
malas-malasan untuk belajar. Ingin pintar, ingin rajin dan ingin pandai percuma
jika tak pernah haus ilmu dan tak ada kemauan untuk belajar. Pesan diatas
dilengkapi dengan pesan yang berikut “Tuntutlah ilmu sampai kenegeri cina.”
Tuntulah ilmu dari buayan hingga liang lahat.” Subhanallah sungguh agungnya
duhai ilmu. Menuntut ilmu tiada batasnya, dimanapun kapanpun dan siapapun selama nafas masih dikandung
badan disitulah masih ada kesempatan emas untuk belajar.
Adakah
dari saudara, yang dengan ini memulai semangat baru untuk giat belajar terus
menggali pengetahuan, haus dan lapar tentang ilmu pengetahuan tentunya ilmu
yang bermanfaat. Tapi masalahnya kebanyakan hamba yang baru memiliki secuil
ilmu saja langsung sombong, padahal ilmu yang ada pada hamba hanya sedikit
semisal jari telunjuk dicelupkan ke air laut lalu diangkat dan air yang menetes
dari jari itulah ilmu yang kita miliki sedangkan airlaut yang melimpah adalah
ilmu Engkau ya Rob yang amat tinggi nan luas. Seharusnya malu dan apat belajar
dari sebuah pribahasa yang berbunyi “ Belajarlah dari padi bila semakin berisi
ia semakin merunduk.
Bukankahn
Rasulullah mengajarkan agar tawadhu, rendah hati, lapang dada, bersyukur,
bersabar, ikhlas, tawakkal, ridho, istiqomah, qonaah, amanah, siddiq,
penyayang, penyantun, pemaaf dan sifat mulia
lainnya yang telah diwariskan kepada umatnya. Jika kita seorang yang
cerdas maka dapat mengambil hikmah atu pelajaran dari orang-orang terdahulu.
Bila kita sedang diuji dengan ujian yang berat ingatlah bahwa orang-orang
terdahulu lebih berat ujian yang diterimanya seperti para Nabi dan rosul, sahabat,
imam, syekh, dan orang-orang shaleh lainnya yang telah terbukti bila dapat
melewati ujian demi ujian dan ridho maka derajat mereka diangkat oleh Allah dan
amat mulia dimata Allah swt. Sebaliknya bagi orang-orang yang dzalim, murka dan
ingkar kepada Allah dihinakan dan disiasiakan, misalnya raja Firaun, raja
Jamrud pada masa Nabi ibrohim ia mati hanya sebab makhluk kecil yakni nyamuk
sebagaimana diabadikan dalam Al-Qur’an itu atas kehendak Allah dan sebagai
perumpamaan kecil saja agar kita bisa berpikir dan mengambil hikmah sehingga
kita mejadi hamba yang bertaqwa.
Kejahatan
dibalas dengan kebaikan itulah yang diajarkan Rasulullah dan menjadi icon agama
islam dengan harapan mendapat balasan dari Allah yang lebih baik.
Banyaknya
pemimpin yang menyelewngkan amanah rakyat, senang menyuap dan disuap agar
segalanya menjadi lancer. Bertindak seenaknya tanpa berpikir panjang dan
bijaksana atas nama senang dan tidak bukan baik atau tidak, benar atau salah.
Bukan atas dasar mencari keridhoan Allah swt.
Sesekali
hamba membaca Al-Qur’an dan terjemahannya sungguh hamba mendapat ketenangan dan
pencerahan, kerena segala problem atau permasalahn semua ada dalam Al-Qur’an
sebagaimana telah dijelaskan diantara fungsi Al-Qur’an adalah sebagai petujuk.
Amat rugi bila orang islam menyeia-nyiakan waktu hidupnya bila tak mengenal
Al-Qur’an. Bila hati seseorang masih jernih dan bercahaya maka ia akan mudah
mendapat hidayah atau petunjuk, bila hati seseorang telah mengeras dan gelap
maka bagaikan berjalan dikegelapan malam tanpa cahaya.
Diantara
hamba-hambamu sering bekerja mengejar dunia sampai melupakan akhirat. Yang
punya rumah gedong, punya perhiasan, mobil mewah, gadis cantik dll. Amat sering
melalaikan. Sungguh tak seimbang karena dalam ajaran islam aka nada hari akhir
atau kampong kakhirat artinya hidup kita harus seimbang antara dunia dan
akhirat. Dan sebagai penutup bolehlah kita menyimak pesan Rasulullah sebagai
berikut. “Kerjakanlah duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya dan kerjakanlah
akhiratmu sekan-akan engkau akan mati esok. Sungguh setiap jiwa ada yang
menjaganya. Iman, islam dan ikhsan. Dan ikhsan adalah salah satu keyakinan
ketika kita berbuat atau melakukan
ibadah setidaknya masih memiliki rasa bahwa Allah selalu melihat, mendengar dan
mengawasi hamba-hambanya. *An-Nahl
Wallahua’lam. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar